Selasa, 03 Februari 2015

ILMU SOSIAL DASAR SEMESTER I BAB 6 PELAPISAN SOSIAL, KERAGAMAN DAN KESEDARAJATAN

PELAPISAN SOSIAL, KERAGAMAN
DAN KESEDARAJATAN
           




Makalah
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Ilmu Sosial Dasar Prodi MPI II Jurusan Tarbiyah
Semester 1
Oleh:
Muhammad Nasrun        02143036
Evi Munar                       02143037
Rahmi Rusnaf                 02143040
Abdul Rahman                02143041

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Watampone
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan kebudayaan yang beragam. Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan keragaman suku bangsa, ras, agama dan budaya. Namun keragaman ini menimbulkan konflik dimana-mana. Keadaan seperti ini menggambarkan bahwa unsur-unsur yang ada di Indonesia belum berfungsi secara satu kesatuan. Yang menjadi pemasalahan sekarang adalah bagaimana membuat unsur-unsur yang ada di Indonesia menjadi suatu system yaitu adanya jalinan kesatuan antara satu unsur dengan unsur yang lain, atau bagaimana membuat Bangsa Indonesia dapat terintegrasi secara nasional.
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang. Sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.
Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pelapisan sosial?
2.      Bagaimana pelapisan stratifikasi sosial dengan status sosial?
3.      Apakah tiga lapisan sosial dengan dasar kualitas pribadi?
4.      Sebab-sebab timbulnya stratifikasi sosial?
5.      Proses terjadinya stratifikasi sosial?
6.      Kritea dasar penentuan stratifiasi sosial?
7.      Sifat stratifikasi sosial?
8.      Fungsi stratifikasi sosial?
9.      Makna keragaman dan kesederajatan dalam masyarakat?
10.  Dampak keragaman terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara?
C.    Tujuan Permasalahan
1.      Untuk mengetahui pengertian pelapisan sosial.
2.      Untuk mengetahui pelapisan stratifikasi sosial dengan status sosial.
3.      Untuk mengetahui tiga lapisan sosial dengan dasar kualitas pribadi.
4.      Untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya stratifikasi sosial.
5.      Untuk mengetahui proses terjadinya stratifikasi sosial
6.      Untuk mengetahui kritea dasar penentuan stratifiasi sosial.
7.      Untuk mengetahui sifat stratifikasi sosial.
8.      Untuk mengetahui fungsi stratifikasi sosial.
9.      Untuk mengetahui makna keragaman dan kesederajatan dalam masyarakat.
10.  Untuk mengetahui dampak keragaman terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
D.    Manfaat Permasalahan
Dapat menambah wawasan tentang pelapisan sosial, keragaman dan kesederajatan.



KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Puji syukur kepada Allah swt. yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Nabi besar  Muhammad saw., para sahabat, serta keluarga dan para pengikutnya.
Selain itu, penulis juga menyadari bahwa makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada para pihak yang telah membatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik guna kesempurnaan penulis karya selanjutnya. Semoga keberadaan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Watampone, 24  Desember 2014

Penulis

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Pelapisan Sosial
Ketika kita memperhatikan masyarakat sekitar, terdapat orang kaya, miskin, buruh, pengusaha, sarjana, tukang, dan sebagainya. Kehidupan masyarakat pasti berbeda-beda dan perlakuan terhadap mereka pasti juga berbeda. Orang yang memiliki harta berlimpah lebih dihargai daripada orang yang miskin. Demikian pula orang yang lebih berpendidikan lebih dihargai daripada yang kurang berpendidikan.
Atas dasar itu, kemudian masyarakat dikelompokkan secara vertical dan bertingkat-tingkat sehingga membentuk lapisan-lapisn social tertentu dengan kedudukannya masing-masing.
Masyarakat sebenarnya telah mengenal pebagian atau pelapisan social sejak dulu. Aristoteles menyatakan bahwa di dalam setiap Negara selalu terdapat tiga unsure-unsur, yakni orang-orang kaya, orang-orang melarat, dan orang-orang yang berada di tengah-tengah. Menurut Aristoteles, orang-orang kaya di tempatkan pada lapisan atas oleh masyarkat, sedangkan orang-orang melarat ditempatkan pada lapisan bawah, dan orang-orang sitengah-tengah ditempatkan pada lapisan masyarakat menengah.
Ada beberapa defenisi stratifikasi social, yakni sebagai berikut:
1.        Pitiri A.Sorokin mendefenisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki)
2.        Max weber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem social tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege, dan prestise (wibawa (perbawa) yg berkenaan dng prestasi atau kemampuan seseorang).
3.        Cuber mendefinisikanstratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan diatas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Stratifikasi sosial (social stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara betingkat.
Pelapisan sosial dapat juga didasarkan atas hubungan kekerabatan. Misalnya dapat dilihat dari perbedaan antara hak dan kewajiban antara anak,ayah, ibu, kakek dan sebagainya seiring mengarah ke suatu hierarki.
B.       Pelapisan Stratifikasi sosial dengan status sosial
Status atau kedudukan, yaitu posisi seseorang di dalam masyarakat yang didasarkan pada hak-hakdan kewajiban-kewajiban tertentu. Dalam teori sosiologi, unsure-unsur dalam system elapisan masyarakat adalah status (kedudukan) dan role (peranan). Kedua unsure ini merupakan unsure baku. Dengan demikian statu sosial atau kedudukan sosial merupakan unsur yang membentuk terciptanya stratifikasi sosial, sedangkan stratifikasi sosial adalah pelapisan sosial yan disusun dari status–status sosial.
C.      Tiga Lapisan Sosial Dengan Dasar Kualitas Pribadi
Dalam masyarakat yang paling sederhana dan homogeny, perbedaan peranan dan status relative sedikit, sehingga stratifikasi sosialnya pun sedikit. Pelapisan sosial dalam masyarakat ini umumnya didasarkan pada jenis kelamin, senioritas, dan keturunan yang merupakan kualitas pribadi seseorang.
1.         Jenis kelamin
Pada sebagian masyarakat Indonesia, kedudukan laki-laki dinilai lebih tinggi daripada kedudukan wanita. Laki-laki yang menjadi kepala keluarga/rumah tangga dihormati oleh istri dan anak-anak mereka.
2.      Senioritas
Senioritas di sini dapat berarti senioritas usia maupun generasi. Orang yang lebih tua memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada anak-anak mereka.
3.      Keturunan
Keturunan bangsawan dianggap lebih tinggi daripada keturunan rakyat jelata.
D.      Sebab-Sebab Timbulnya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, seperti kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat, dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, akan timbul lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseoramg terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya, mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sekali, mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Adanya system lapisan sosial bisa terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat, tetapi bisa juga dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Alas an tebentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifata keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan juga mungkin harta dalam batas-batas tertentu. Alasan yang dipakai punberlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Pada masyarakat yang hidup dari berburu hewan, alas an utamanya adalah kepandaian berburu. Adapun pada masyarakat yang telah menetap dan bercocok tanam, kerabat pembuka tanah (yang dianggap asli) dianggap sebagai orang orang yang menduduki lapisan tinggi. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat Batak, di mana marga tanah yakni marga yang pertam-tama membuka tanah dianggap mempunyai kedudukan yang tinggi. Demikian pula, golongan pembuka tanah dikalangan orang Jawa di desa, dianggap mempunyai kedudukan tinggi, karena mereka dianggap sebagai pembuka tanah dan pendiri desa yang besangkutan. Masyarakat lainnya menganggap bahwa kerabat kepala masyarakatlah yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, misalnya pada masyarakat Ngaju di Kalimantan Selatan.
Secara teoretis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi, kenyataan hidup kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat tidaklah demikian. Perbedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat.
E.       Proses Terjadinya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial tejadi melalui proses seebagai berikut:
a.       Terjadinya secara otomatis karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat. Proses ini bejalan sesuai dengan pertubuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Pengakuan terhadap kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya. Karena sifatnya yang tanpa disengaja inilah bentuk lapisan dan dasar dari pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat tempat sistem itu berlaku.
b.      Terjadi dengan sengaja untuk tujuan bersama. Biasanya dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, dan angkatan bersenjata. Didalam sistem lapisan ini diatur secara tegas dan jelas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal wewenang dan kekuasaan ini, jelas bagi setiap oaring ditempat mana letaknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam suatu organisasi, baik secara vertical maupun horizontal
c.       Sistem lapisan berpangkal pada pertentangan yang terjadi dalam masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi objek penelitian.
F.       Kritea Dasar Penentuan Stratifiasi Sosial
Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk menge- lompokkan anggota masyarakat kedalam suatu lapisan tertentu sebagai berikut:
1.      Kekayaan
Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai da dihormati daripada orang yang miskin.
2.      Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Sesorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada dilapisan bawah.
3.      Keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan dan kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas seperti gelar Andi di masyarakat Bugis, Raden dimasyarakat Jawa, Tengku dimasyarakat Aceh.
4.      Kepandaian/penguasaan ilmu pengetahuan
        Seseorang yang berpendidikan tinggidan meraih gelar keserjanaan atau yang memiliki keahlian/profesioanal dipandang kedudukan lebih tinggi disbanding orang yang berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan dalam penguasaan pengetahuaan lain, misalnya pengetahuan agama, keterampilan khusus, kesaktian dan sebagainya.
G.      Sifat Stratifikasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
1.      Stratifikasi sosial tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada, mobilitas sangat terbatas pada mobiltas horizontal saja. Satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota suatu lapisan masyarakat adalah kelahiran. Sistem pelapisan tertutup ini adalah ditemukan di India yang masyarakatnya mengenal sistem kasta. Selain itu, dijumpai pada masyarakat feudal atau masyarakat berdasarkan realism, seperti pemerintah di Afrika Selatan yang masih membiarkan politik apartheid atau perbedaan warna kulit yang disahkan oleh undang-undang. berikut ini adalah contoh kasta tertutup:
a.       Sistem kasta. Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
b.      Rasialis. Kulit hitam (negro) yang dianggap diposisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
c.       Feodal. Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.
2.      Stratifikasi sosial terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersfat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik verikal maupun horizontal.
Sistem seperti ini dapat dijumpai dalam masyarakat Indonesia. Setiap orang dapat diberikan kesempatan untuk menduduki semua jabatan jika syarat-syaratnya terpenuhi. Dalam hubungannya dengan hubungan masyarakat, sistem pelapisan masyarakat yang terbuka sangat menguntungkan sebab setiap warga masyarakat diberi kesempatan untuk bersaing dengan yang lain. Dengan demikian setiap orang berusaha untuk mengembangkan segala kecakapannya agar meraih kedudukan yang dicita-citakan. Demikian sebaliknya oleh mereka yang cakap sehingga yang bersangkutan bisa jadi jatuh ke urutan yang lebih rendah.
Beberapa contoh pelapisan terbuka ini:
a.       Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya atau sebaliknya.
b.      Seorang yang tidak/kurang pendidikan dap[at memperoleh pendidikan selama ada niat dan usaha.
H.      Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial berfungsi sebagai berikut:
1.      Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan, dan wewenang pada jabatan atau pangkat seseorang.
2.      Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyankut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang menerima anugerah penghargaan atau gelar kebangsawanan dan sebagainya.
3.      Criteria sistem pertantangan yaitu apakah didapati melalui kualitas pribadi, keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikian, wewenang atau kekuasaan.
4.      Penentu kambang-lambang (symbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara berpakaiaan, dan bentuk rumah.
5.      Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
6.      Alat solidaritas diantara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.
I.         Makna Keragaman dan Kesederajatan dalam Masyarakat
Keragaman, kemajemukan, dan pluralitas adalah suatu keadaan dalam sebuah masyarakat yang terdiri dari berbagai suku golongan, agama, ras dan budaya. Indonesia adalah Negara yang majemuk, beragam dan plural yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri atas lebih dari 500 suku bangsa yang dipersatukan oleh sebuah sistem nasional sebagai bangsa dalam wadah sebuah negara kesatuan Indonesia.
Sebagai warga bangsa, patutlah kita mensyukuri nikmat keberagaman sosial budaya, etnis, dan agama yang ada di Indonesia sehingga setiap orang memandang keragaman itu dalam bingkai kesatuan. Mensyukuri nikmat keragaman itu dengan memandangnya sebagai bagian kenyataan sosial yang tidak dapat ditampilkan. Bahkan, agama Islam mengajarkan bahwa keragaman itu merupakan tanda sunnatullah yang harus dikelolah agar satu sama lain bisa mengenal (ta’aruf) dan berlomba-lomba menuju kebaikan (fastabiq al-khairat). Allah berfirman dalam surah Al-Hujuraat ayat 13 yang oada intinya menyebutkan diantara manusia yang multibudaya ini, umat Islam diperintahkan oleh Allah untuk saling berta’aruf (berkenalan). Jika sudah saling mengenal (ta’aruf), kita akan mengenal potensi, asal-usul dan juga hobi masing-masing. Setelah saling mengenal, umat Islam diperintahkan untuk fastabiq al-khairat (berlomba-lomba untuk melakukan inovasi). Setelah itu, manusia paling mulia dalam pandangan Allah bukanlah manusia yang berasal dari golongan, suku, ras, dan agama tertentu, tetapi manusia yang bertakwa (manusia yang memiliki kualitas inovasi yang baik).
Bagaimana menjadikan keragaman yang ada di Indonesia sebagai kekayaan dan sosial adalah persoalan utama bangsa Indonesia. Rumusan tentang bagaimana hidup bersama terus dibuat dan coba diterapkan. Akan tetapi, keragaman ini tak kunjng bisa benar-benar menjadi modal sosial bagi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Saban hari, masyarakat Indonesia terus dihantui oleh bahaya kerusuan sosial, disintegrasi, rasialisme, dan hegemoni serta monopoli kekuatan budaya tertentu atas yang lain.
Belajar dari masa lalu, rumusan kerukunan dimasa depan tidak harus merepresi keragaman, melainkan membiarkan keagaman itu dirayakan dan dihayati oleh komunitasnya. Dengan demikian tidak ada yang harus merasa terdiskriminasi dan terepresi. Merayakan keregaman tentu tidak serta merta berarti merayakan kekacauan atau chaos. Pengakuan terhadap keragaman justru akan mendekatkan setiap entits dengan entitas lain. Semua entitas harus tampil dalam kehidupan public agar mereka bisa berinteraksi denagan yang lain. Dari sana, kemudian akan muncul sikap saling pengertian bahwa beragam adalah sebuah keniscayaan.
Keragaman adalah sebuah keniscayaan, sedangkan kesederajatan manusia merupakan suatu keharusan. Ini memang suatu konsep yang agak membingungkan. akan tetapi, seperti dikatakan sebelumnya bahwa keberagaman itu tidak menjadika semua manusia untuk saling menghabisi dan menghancurkan, bahkan ia sebenarnya merupakan potensi untuk melakukan inovasi. Sebuah pepatang yang menyatakan beraneka ragam dalam kesatuan, berbeda tetapi bersatu, Bhineka Tunggal Ika merupakan pepatah yang ideal da harus dikonkretkan.
Sesuai degan pandangan hidup bangsa Indonesia yang dituangkan dalam peraturan perundangan serta Piagam Internasional mengenai hak asasi manusia, bangsa Indonesia mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antar sesame manusia. Harkat dan martabat manusia merupakan hal yang paling asasi bagi manusia. Dalam arti, pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia sama ddengan pengakuan terhadap hak asasinya. Hak itu merupakan anugrah Tuhan kepada manusia sehingga tidak dapat dipisahkan dari pribadi manusia.
Persamaan harkat adalah persamaan nilai, harga taraf yang membedakan makhluk yang satu dan makhluk yang lain. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai makhluk Tuhan yang di bekali cipta, rasa, karsa, dan hak-hak serta kewajiban asasi manusia. Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat, sedangkan derajat kemanusiaan adalah tingkatan, martabat dan kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan kodrat, hak, dan kewajiban asasi.
Dengan adanya persamaan harkat, derajat dan martabat manusia, setiap orang harus mengakui serta menghormati adanya hak-hak, derajat dan martabat manusia. Sikap ini harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan, baik dalam lingkungan keluarga, lembaga pendidikan maupun lingkungan pergaulan masyarakat.
Pengakuan akan adanya kesamaan derajat manusia itu diatur dalam beberapa peraturan yang menjadi landasan adanya kesamaan derajat, yaitu:
1.      Landasan ideal; pancasila
2.      Lansdasan konstitusional; UUD 1945 yakni:
a.       Pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-1, 2, 3 dan 4.
b.      Batang tubuh (pasal) UUD 1945 yaitu pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 32, pasal 33, dan pasal 34.

1)      Landasan Konstitusional Kesamaan Derajat dalam Pembukaan UUD 1945
Alinea pertama ditegaskan pengakuan hak asasi kebebasan atau kemerdekaan semua bangsa dari segala bentuk penjajahan dan penindasan oleh bangsa lain. Misalnya kebebasan berpendapat. Jika anda sedang berbicara dengan teman anda, berilah kesempatan kebebasan kepadanya untuk mengeluarkan pendapat dan janganlah memaksa kehendak.
Alinea kedua adalah pengakuan hak asasi sosial yang berupa keadilan dan pengakuan asasi ekonomi yang berupa kemakmuran dan kesejahteraan. Misalnya dapat diilihat mengenai hubungan antara majikan/tuan tanah atau pemilik kapal dengan nelayan atau pekerja dan pemilik modal dengan buruh.
Alinea ketiga adalah hak kodrat yang dianugerahkan oleh Tuha Yang Maha Esa kepada semua bangsa. Misalnya hak untuk memeluk agama, berbicara, dan sebagainya.
Alinea keempat memuat tujuan Negara. Misalnya polisi tidak diperkenangkan menangkap seseorang tanpa alasanyang jelas, pemerintah harus memajukan kesejahteraan umum dan warga Negara Indonesia hendaknya ikut mewujudkan ketertiban dunia dan sebagainya.
2)      Batang Tubuh UUD 1945 sebagai Landasan Kesamaan Derajat
Didalam batang tubuh UUD 1945 terdapat beberapa ketentuan yang mengatur persamaan derajat manusia yang dicantumkan sebagai hak dan kewajiban warga Negara, yaitu:
1.      Segala warga negara bersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah (pasal 27 ayat 1).
2.      Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2).
3.      Kebebasan berserikat, berpendapat, dan berpolitik (pasal 28).
4.      Kebebasan memeluk dan melakasanakan agama atau kepercayaan (pasal 29 ayat 1).
5.      Hak dan kewajiban membela negara (pasal 30).
6.      Tiap-tipa warga negara berhak mendapatkan pengajaran (pasal 31).
7.      Dan amandemen kedua dicantumkan pada pasal 28a-28j.
J.        Dampak Keragaman Terhadap Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara
Kekerasan merupakan dampak dari adanya pemaknaan dan pengelolaan keragaman yang terjadi selama ini.  Bhineka Tunggal Ika nyaris menjadi semboyan hampa ditengah orang Indonesia yang cenderng egoistis akibat terkikis krisis politik berkepanjangan. Keragaman yang mestinya menjadi kekuatan pembangun, justru menjadi lahan empuk bagi politik kekerasan elit. Kemiskina makin meluas dalam situasi seperti ini. Kekerasan menjadi tampilan sehari-hari bangsa Indonesia. Keragaman cenderung dihilangkan megemukanya kesukuan, etnis, agama atau kelompok seperti dalam situasi negara tak bertuan.
Perkembangan kekerasan di Indonesia memang membuat hati miris. Dari cerita bangsa ramah-tamah dan hangat terhadap orang lain, bangsa kita seolah menjadi bangsa biadab. Sila kedua pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab sangat berlawanan dengan kenyataan hidup masyarakat Indonesia.
Kekerasan tersebut terwujud dalam delapan bentuk tindakan. Bentuk pertama adalah kekerasan terhadap alam, berupa eksploitas hutan dan lauta secara membabi buta. Jenis kedua adalah kekerasan terhadap diri sendiri, seperti ketergantungan pada obat, dorongan bunuh diri. Selanjutnya muncul kekerasa terhadap anggota keluarga berupa kekerasan terhadap anak dan kekerasan terhadap perempuan. Kedua jenis kekerasan ini tergolong dalam kekerasan dalam rumah tangga. Urutan keempat adalah kekerasan sehari-hari berupa kejahatan di jalan raya. Selanjutnya, ada kekerasan antarkelompok yang melibatkan terorisme, pertentangan etnik, kampong, bahkan agama.
Yang keenam adalah kekerasan negara, umumnya dalam bentuk monopoli sarana negara dalam kondisi tertentu. Terkadang ini diselewengkan untuk menindas rakyat sendiri yang menimbulkan rangkaian kekerasan demi kekerasan akibatnya, terjadilah kejahatan politik yang dalam keadaan tertentu meningkat menjadi terorisme negara.
Bentuk kekerasan ketujuh adalah kekerasan terhadap negara. Aksi terorisme yang terjadi saat ini sebagian besar dikategorikan dalam bentuk kekerasan ini. Bentuk kedelapan adalah kekerasan satu atau berbagai negara terhadap negara  lain. Contoh kasus bentuk kekerasan ini adalah serangan Amerika Serikat terhadap Irak.
Kekerasan yang dominan di Indonesia, menurut Ronny Nitibaskara, terdiri dari dua jenis, yaitu kekerasan individual dan kekerasan kelompok. Kekerasan individual disebabkan orang semakin tidak takut terhadap ancaman sanksi sosial, terlebih sanksi hokum yang mandul. Ini semakin memudahkan orang, terutama dikalangan bawah untuk betindak agresif.











BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran tertentu .Pelapisan sosial adalah gejala yang bersifat universal atau keseluruhan . Di dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada.
Status atau kedudukan, yaitu posisi seseorang di dalam masyarakat yang didasarkan pada hak-hakdan kewajiban-kewajiban tertentu.
Pelapisan sosial dalam masyarakat umumnya didasarkan pada jenis kelamin, senioritas, dan keturunan yang merupakan kualitas pribadi seseorang.
Keragaman, kemajemukan, dan pluralitas adalah suatu keadaan dalam sebuah masyarakat yang terdiri dari berbagai suku golongan, agama, ras dan budaya.
B.     Saran
Dari kesimpulan di atas maka penulis menyarankan mahasiswa untuk dapat menambah wawasan tentang pelapisan sosial, keragaman dan kesederajatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar