PELAPISAN SOSIAL, KERAGAMAN
DAN KESEDARAJATAN
Makalah
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Ilmu Sosial
Dasar Prodi MPI II Jurusan Tarbiyah
Semester 1
Oleh:
Muhammad
Nasrun 02143036
Evi
Munar 02143037
Rahmi
Rusnaf 02143040
Abdul Rahman
02143041
Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN)
Watampone
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan
dengan kebudayaan yang beragam. Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan keragaman
suku bangsa, ras, agama dan budaya. Namun keragaman ini menimbulkan konflik
dimana-mana. Keadaan seperti ini menggambarkan bahwa unsur-unsur yang ada di
Indonesia belum berfungsi secara satu kesatuan. Yang menjadi pemasalahan
sekarang adalah bagaimana membuat unsur-unsur yang ada di Indonesia menjadi
suatu system yaitu adanya jalinan kesatuan antara satu unsur dengan unsur yang
lain, atau bagaimana membuat Bangsa Indonesia dapat terintegrasi secara
nasional.
Keragaman atau kemajemukan merupakan
kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman
merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di
masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang. Sebagai fakta, keragaman sering
disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang dapat
memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor
penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa
menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak
dikelola dengan baik.
Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan
dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial,
terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan
adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam
kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia
yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang
menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan,
atau pun kekayaan dan kekuasaan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pelapisan sosial?
2. Bagaimana
pelapisan stratifikasi sosial dengan status sosial?
3. Apakah
tiga lapisan sosial dengan dasar kualitas pribadi?
4. Sebab-sebab
timbulnya stratifikasi sosial?
5. Proses
terjadinya stratifikasi sosial?
6. Kritea
dasar penentuan stratifiasi sosial?
7. Sifat
stratifikasi sosial?
8. Fungsi
stratifikasi sosial?
9. Makna
keragaman dan kesederajatan dalam masyarakat?
10. Dampak
keragaman terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara?
C.
Tujuan Permasalahan
1. Untuk mengetahui pengertian
pelapisan sosial.
2. Untuk mengetahui
pelapisan stratifikasi sosial dengan status sosial.
3. Untuk mengetahui
tiga lapisan sosial dengan dasar kualitas pribadi.
4. Untuk mengetahui
sebab-sebab timbulnya stratifikasi sosial.
5. Untuk mengetahui
proses terjadinya stratifikasi sosial
6. Untuk mengetahui
kritea dasar penentuan stratifiasi sosial.
7. Untuk mengetahui
sifat stratifikasi sosial.
8. Untuk mengetahui
fungsi stratifikasi sosial.
9. Untuk mengetahui
makna keragaman dan kesederajatan dalam masyarakat.
10. Untuk mengetahui
dampak keragaman terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
D.
Manfaat Permasalahan
Dapat
menambah wawasan tentang pelapisan sosial, keragaman dan kesederajatan.
KATA
PENGANTAR
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Assalamu alaikum Warahmatullahi
Wabarakatu.
Puji syukur kepada Allah swt. yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Salawat
dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Nabi
besar Muhammad saw., para sahabat, serta keluarga dan para pengikutnya.
Selain itu, penulis juga menyadari bahwa makalah ini tidak akan terselesaikan
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada
para pihak yang telah membatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik guna kesempurnaan
penulis karya selanjutnya. Semoga keberadaan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Watampone, 24 Desember 2014
Penulis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pelapisan Sosial
Ketika kita memperhatikan masyarakat sekitar,
terdapat orang kaya, miskin, buruh, pengusaha, sarjana, tukang, dan sebagainya.
Kehidupan masyarakat pasti berbeda-beda dan perlakuan terhadap mereka pasti
juga berbeda. Orang yang memiliki harta berlimpah lebih dihargai daripada orang
yang miskin. Demikian pula orang yang lebih berpendidikan lebih dihargai
daripada yang kurang berpendidikan.
Atas dasar itu, kemudian masyarakat dikelompokkan
secara vertical dan bertingkat-tingkat sehingga membentuk lapisan-lapisn social
tertentu dengan kedudukannya masing-masing.
Masyarakat sebenarnya telah mengenal pebagian atau
pelapisan social sejak dulu. Aristoteles menyatakan bahwa di dalam setiap
Negara selalu terdapat tiga unsure-unsur, yakni orang-orang kaya, orang-orang
melarat, dan orang-orang yang berada di tengah-tengah. Menurut Aristoteles,
orang-orang kaya di tempatkan pada lapisan atas oleh masyarkat, sedangkan
orang-orang melarat ditempatkan pada lapisan bawah, dan orang-orang
sitengah-tengah ditempatkan pada lapisan masyarakat menengah.
Ada beberapa defenisi stratifikasi social, yakni
sebagai berikut:
1.
Pitiri
A.Sorokin mendefenisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan
penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat
(hierarki)
2.
Max
weber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem social tertentu ke
dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege, dan
prestise (wibawa (perbawa) yg berkenaan dng prestasi atau kemampuan seseorang).
3.
Cuber
mendefinisikanstratifikasi
sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan diatas kategori dari hak-hak yang
berbeda.
Stratifikasi sosial (social stratification) berasal dari kata
bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti
berlapis-lapis. Dalam sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai
pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara betingkat.
Pelapisan sosial dapat
juga didasarkan atas hubungan kekerabatan. Misalnya dapat dilihat dari
perbedaan antara hak dan kewajiban antara anak,ayah, ibu, kakek dan sebagainya
seiring mengarah ke suatu hierarki.
B.
Pelapisan
Stratifikasi sosial dengan status sosial
Status atau kedudukan,
yaitu posisi seseorang di dalam masyarakat yang didasarkan pada hak-hakdan
kewajiban-kewajiban tertentu. Dalam teori sosiologi, unsure-unsur dalam system
elapisan masyarakat adalah status (kedudukan) dan role (peranan). Kedua unsure ini merupakan unsure baku. Dengan
demikian statu sosial atau kedudukan sosial merupakan unsur yang membentuk
terciptanya stratifikasi sosial, sedangkan stratifikasi sosial adalah pelapisan
sosial yan disusun dari status–status sosial.
C.
Tiga
Lapisan Sosial Dengan Dasar Kualitas Pribadi
Dalam masyarakat yang
paling sederhana dan homogeny, perbedaan peranan dan status relative sedikit,
sehingga stratifikasi sosialnya pun sedikit. Pelapisan sosial dalam masyarakat
ini umumnya didasarkan pada jenis kelamin, senioritas, dan keturunan yang
merupakan kualitas pribadi seseorang.
1.
Jenis kelamin
Pada sebagian
masyarakat Indonesia, kedudukan laki-laki dinilai lebih tinggi daripada
kedudukan wanita. Laki-laki yang menjadi kepala keluarga/rumah tangga dihormati
oleh istri dan anak-anak mereka.
2. Senioritas
Senioritas di sini
dapat berarti senioritas usia maupun generasi. Orang yang lebih tua memiliki
kedudukan yang lebih tinggi daripada anak-anak mereka.
3. Keturunan
Keturunan bangsawan
dianggap lebih tinggi daripada keturunan rakyat jelata.
D.
Sebab-Sebab
Timbulnya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai
sesuatu yang dihargai, seperti kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi,
keaslian keanggotaan masyarakat, dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan
penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, akan timbul
lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan
masyarakat/seseoramg terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan
atau lapisannya. Sebaliknya, mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan
tidak memiliki sekali, mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Adanya system lapisan
sosial bisa terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat,
tetapi bisa juga dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama.
Alas an tebentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah
kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifata keaslian keanggotaan kerabat
seorang kepala masyarakat, dan juga mungkin harta dalam batas-batas tertentu.
Alasan yang dipakai punberlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Pada masyarakat
yang hidup dari berburu hewan, alas an utamanya adalah kepandaian berburu.
Adapun pada masyarakat yang telah menetap dan bercocok tanam, kerabat pembuka
tanah (yang dianggap asli) dianggap sebagai orang orang yang menduduki lapisan
tinggi. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat Batak, di mana marga tanah yakni
marga yang pertam-tama membuka tanah dianggap mempunyai kedudukan yang tinggi.
Demikian pula, golongan pembuka tanah dikalangan orang Jawa di desa, dianggap
mempunyai kedudukan tinggi, karena mereka dianggap sebagai pembuka tanah dan
pendiri desa yang besangkutan. Masyarakat lainnya menganggap bahwa kerabat
kepala masyarakatlah yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat,
misalnya pada masyarakat Ngaju di Kalimantan Selatan.
Secara teoretis, semua
manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi, kenyataan hidup
kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat tidaklah demikian. Perbedaan atas
lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap
masyarakat.
E.
Proses
Terjadinya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
sosial tejadi melalui proses seebagai berikut:
a. Terjadinya
secara otomatis karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir.
Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian
keanggotaan seseorang dalam masyarakat. Proses ini bejalan sesuai dengan
pertubuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan
dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh
masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Pengakuan
terhadap kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya. Karena sifatnya yang
tanpa disengaja inilah bentuk lapisan dan dasar dari pelapisan itu bervariasi
menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat tempat sistem itu berlaku.
b. Terjadi
dengan sengaja untuk tujuan bersama. Biasanya dilakukan dalam pembagian
kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti
pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, dan angkatan bersenjata.
Didalam sistem lapisan ini diatur secara tegas dan jelas adanya wewenang dan
kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas
dalam hal wewenang dan kekuasaan ini, jelas bagi setiap oaring ditempat mana
letaknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam suatu organisasi, baik
secara vertical maupun horizontal
c. Sistem
lapisan berpangkal pada pertentangan yang terjadi dalam masyarakat. Sistem
demikian hanya mempunyai arti khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang
menjadi objek penelitian.
F.
Kritea
Dasar Penentuan Stratifiasi Sosial
Kriteria atau ukuran
yang umumnya digunakan untuk menge- lompokkan anggota masyarakat kedalam suatu
lapisan tertentu sebagai berikut:
1. Kekayaan
Kekayaan atau sering
juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan
lebih dihargai da dihormati daripada orang yang miskin.
2. Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi
oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Sesorang yang memiliki
kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebliknya
orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada dilapisan bawah.
3. Keturunan
Ukuran keturunan
terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturunan yang dimaksud adalah
keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan dan kehormatan. Kaum bangsawan
akan menempati lapisan atas seperti gelar Andi di masyarakat Bugis, Raden
dimasyarakat Jawa, Tengku dimasyarakat Aceh.
4.
Kepandaian/penguasaan
ilmu pengetahuan
Seseorang yang berpendidikan tinggidan meraih gelar
keserjanaan atau yang memiliki keahlian/profesioanal dipandang kedudukan lebih
tinggi disbanding orang yang berpendidikan rendah. Status seseorang juga
ditentukan dalam penguasaan pengetahuaan lain, misalnya pengetahuan agama,
keterampilan khusus, kesaktian dan sebagainya.
G.
Sifat
Stratifikasi Sosial
Menurut Soerjono
Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi sistem
pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem
pelapisan sosial campuran.
1.
Stratifikasi
sosial tertutup (Closed Social
Stratification)
Stratifikasi
ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan
mobilitas vertikal. Walaupun ada, mobilitas sangat terbatas pada mobiltas
horizontal saja. Satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota suatu lapisan
masyarakat adalah kelahiran. Sistem pelapisan tertutup ini adalah ditemukan di
India yang masyarakatnya mengenal sistem kasta. Selain itu, dijumpai pada
masyarakat feudal atau masyarakat berdasarkan realism, seperti pemerintah di
Afrika Selatan yang masih membiarkan politik apartheid atau perbedaan warna
kulit yang disahkan oleh undang-undang. berikut ini adalah contoh kasta
tertutup:
a. Sistem
kasta. Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
b. Rasialis.
Kulit hitam (negro) yang dianggap diposisi rendah tidak bisa pindah kedudukan
di posisi kulit putih.
c. Feodal.
Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.
2.
Stratifikasi
sosial terbuka (Opened Social
Stratification)
Stratifikasi
ini bersfat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata
dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik verikal maupun horizontal.
Sistem
seperti ini dapat dijumpai dalam masyarakat Indonesia. Setiap orang dapat
diberikan kesempatan untuk menduduki semua jabatan jika syarat-syaratnya
terpenuhi. Dalam hubungannya dengan hubungan masyarakat, sistem pelapisan
masyarakat yang terbuka sangat menguntungkan sebab setiap warga masyarakat
diberi kesempatan untuk bersaing dengan yang lain. Dengan demikian setiap orang
berusaha untuk mengembangkan segala kecakapannya agar meraih kedudukan yang
dicita-citakan. Demikian sebaliknya oleh mereka yang cakap sehingga yang
bersangkutan bisa jadi jatuh ke urutan yang lebih rendah.
Beberapa
contoh pelapisan terbuka ini:
a. Seorang
miskin karena usahanya bisa menjadi kaya atau sebaliknya.
b. Seorang
yang tidak/kurang pendidikan dap[at memperoleh pendidikan selama ada niat dan
usaha.
H.
Fungsi
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
sosial berfungsi sebagai berikut:
1. Distribusi
hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat
kekayaan, keselamatan, dan wewenang pada jabatan atau pangkat seseorang.
2. Sistem
pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyankut
prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang menerima anugerah
penghargaan atau gelar kebangsawanan dan sebagainya.
3. Criteria
sistem pertantangan yaitu apakah didapati melalui kualitas pribadi, keanggotaan
kelompok, kerabat tertentu, kepemilikian, wewenang atau kekuasaan.
4. Penentu
kambang-lambang (symbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara
berpakaiaan, dan bentuk rumah.
5. Tingkat
mudah tidaknya bertukar kedudukan.
6. Alat
solidaritas diantara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem
sosial yang sama dalam masyarakat.
I.
Makna
Keragaman dan Kesederajatan dalam Masyarakat
Keragaman,
kemajemukan, dan pluralitas adalah suatu keadaan dalam sebuah masyarakat yang terdiri
dari berbagai suku golongan, agama, ras dan budaya. Indonesia adalah Negara
yang majemuk, beragam dan plural yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri
atas lebih dari 500 suku bangsa yang dipersatukan oleh sebuah sistem nasional
sebagai bangsa dalam wadah sebuah negara kesatuan Indonesia.
Sebagai
warga bangsa, patutlah kita mensyukuri nikmat keberagaman sosial budaya, etnis,
dan agama yang ada di Indonesia sehingga setiap orang memandang keragaman itu dalam
bingkai kesatuan. Mensyukuri nikmat keragaman itu dengan memandangnya sebagai
bagian kenyataan sosial yang tidak dapat ditampilkan. Bahkan, agama Islam
mengajarkan bahwa keragaman itu merupakan tanda sunnatullah yang harus dikelolah agar satu sama lain bisa mengenal
(ta’aruf) dan berlomba-lomba menuju kebaikan (fastabiq al-khairat). Allah berfirman dalam surah Al-Hujuraat ayat
13 yang oada intinya menyebutkan diantara manusia yang multibudaya ini, umat
Islam diperintahkan oleh Allah untuk saling berta’aruf (berkenalan). Jika sudah
saling mengenal (ta’aruf), kita akan mengenal potensi, asal-usul dan juga hobi
masing-masing. Setelah saling mengenal, umat Islam diperintahkan untuk fastabiq
al-khairat (berlomba-lomba untuk melakukan inovasi). Setelah itu, manusia
paling mulia dalam pandangan Allah bukanlah manusia yang berasal dari golongan,
suku, ras, dan agama tertentu, tetapi manusia yang bertakwa (manusia yang
memiliki kualitas inovasi yang baik).
Bagaimana
menjadikan keragaman yang ada di Indonesia sebagai kekayaan dan sosial adalah
persoalan utama bangsa Indonesia. Rumusan tentang bagaimana hidup bersama terus
dibuat dan coba diterapkan. Akan tetapi, keragaman ini tak kunjng bisa
benar-benar menjadi modal sosial bagi tercapainya masyarakat yang adil dan
makmur. Saban hari, masyarakat Indonesia terus dihantui oleh bahaya kerusuan
sosial, disintegrasi, rasialisme, dan hegemoni serta monopoli kekuatan budaya
tertentu atas yang lain.
Belajar
dari masa lalu, rumusan kerukunan dimasa depan tidak harus merepresi keragaman,
melainkan membiarkan keagaman itu dirayakan dan dihayati oleh komunitasnya.
Dengan demikian tidak ada yang harus merasa terdiskriminasi dan terepresi.
Merayakan keregaman tentu tidak serta merta berarti merayakan kekacauan atau chaos. Pengakuan terhadap keragaman
justru akan mendekatkan setiap entits dengan entitas lain. Semua entitas harus
tampil dalam kehidupan public agar mereka bisa berinteraksi denagan yang lain. Dari
sana, kemudian akan muncul sikap saling pengertian bahwa beragam adalah sebuah
keniscayaan.
Keragaman
adalah sebuah keniscayaan, sedangkan kesederajatan manusia merupakan suatu
keharusan. Ini memang suatu konsep yang agak membingungkan. akan tetapi,
seperti dikatakan sebelumnya bahwa keberagaman itu tidak menjadika semua
manusia untuk saling menghabisi dan menghancurkan, bahkan ia sebenarnya
merupakan potensi untuk melakukan inovasi. Sebuah pepatang yang menyatakan
beraneka ragam dalam kesatuan, berbeda tetapi bersatu, Bhineka Tunggal Ika merupakan pepatah yang ideal da harus
dikonkretkan.
Sesuai
degan pandangan hidup bangsa Indonesia yang dituangkan dalam peraturan
perundangan serta Piagam Internasional mengenai hak asasi manusia, bangsa
Indonesia mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban
antar sesame manusia. Harkat dan martabat manusia merupakan hal yang paling
asasi bagi manusia. Dalam arti, pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia
sama ddengan pengakuan terhadap hak asasinya. Hak itu merupakan anugrah Tuhan
kepada manusia sehingga tidak dapat dipisahkan dari pribadi manusia.
Persamaan
harkat adalah persamaan nilai, harga taraf yang membedakan makhluk yang satu
dan makhluk yang lain. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai makhluk
Tuhan yang di bekali cipta, rasa, karsa, dan hak-hak serta kewajiban asasi
manusia. Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang
terhormat, sedangkan derajat kemanusiaan adalah tingkatan, martabat dan
kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan kodrat, hak,
dan kewajiban asasi.
Dengan
adanya persamaan harkat, derajat dan martabat manusia, setiap orang harus
mengakui serta menghormati adanya hak-hak, derajat dan martabat manusia. Sikap
ini harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan, baik dalam
lingkungan keluarga, lembaga pendidikan maupun lingkungan pergaulan masyarakat.
Pengakuan
akan adanya kesamaan derajat manusia itu diatur dalam beberapa peraturan yang
menjadi landasan adanya kesamaan derajat, yaitu:
1.
Landasan
ideal; pancasila
2.
Lansdasan
konstitusional; UUD 1945 yakni:
a. Pembukaan
UUD 1945 pada alenia ke-1, 2, 3 dan 4.
b. Batang
tubuh (pasal) UUD 1945 yaitu pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal 31,
pasal 32, pasal 33, dan pasal 34.
1)
Landasan
Konstitusional Kesamaan Derajat dalam Pembukaan UUD 1945
Alinea
pertama ditegaskan pengakuan hak asasi kebebasan atau
kemerdekaan semua bangsa dari segala bentuk penjajahan dan penindasan oleh
bangsa lain. Misalnya kebebasan berpendapat. Jika anda sedang berbicara dengan teman
anda, berilah kesempatan kebebasan kepadanya untuk mengeluarkan pendapat dan
janganlah memaksa kehendak.
Alinea
kedua adalah pengakuan hak asasi sosial yang berupa
keadilan dan pengakuan asasi ekonomi yang berupa kemakmuran dan kesejahteraan.
Misalnya dapat diilihat mengenai hubungan antara majikan/tuan tanah atau
pemilik kapal dengan nelayan atau pekerja dan pemilik modal dengan buruh.
Alinea
ketiga adalah hak kodrat yang dianugerahkan oleh Tuha Yang
Maha Esa kepada semua bangsa. Misalnya hak untuk memeluk agama, berbicara, dan
sebagainya.
Alinea
keempat memuat tujuan Negara. Misalnya polisi tidak
diperkenangkan menangkap seseorang tanpa alasanyang jelas, pemerintah harus
memajukan kesejahteraan umum dan warga Negara Indonesia hendaknya ikut
mewujudkan ketertiban dunia dan sebagainya.
2)
Batang
Tubuh UUD 1945 sebagai Landasan Kesamaan Derajat
Didalam batang tubuh
UUD 1945 terdapat beberapa ketentuan yang mengatur persamaan derajat manusia
yang dicantumkan sebagai hak dan kewajiban warga Negara, yaitu:
1. Segala
warga negara bersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah (pasal 27 ayat 1).
2. Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat
2).
3. Kebebasan
berserikat, berpendapat, dan berpolitik (pasal 28).
4. Kebebasan
memeluk dan melakasanakan agama atau kepercayaan (pasal 29 ayat 1).
5. Hak
dan kewajiban membela negara (pasal 30).
6. Tiap-tipa
warga negara berhak mendapatkan pengajaran (pasal 31).
7. Dan
amandemen kedua dicantumkan pada pasal 28a-28j.
J.
Dampak
Keragaman Terhadap Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara
Kekerasan
merupakan dampak dari adanya pemaknaan dan pengelolaan keragaman yang terjadi
selama ini. Bhineka Tunggal Ika nyaris menjadi semboyan hampa ditengah orang
Indonesia yang cenderng egoistis akibat terkikis krisis politik berkepanjangan.
Keragaman yang mestinya menjadi kekuatan pembangun, justru menjadi lahan empuk
bagi politik kekerasan elit. Kemiskina makin meluas dalam situasi seperti ini.
Kekerasan menjadi tampilan sehari-hari bangsa Indonesia. Keragaman cenderung
dihilangkan megemukanya kesukuan, etnis, agama atau kelompok seperti dalam
situasi negara tak bertuan.
Perkembangan
kekerasan di Indonesia memang membuat hati miris. Dari cerita bangsa
ramah-tamah dan hangat terhadap orang lain, bangsa kita seolah menjadi bangsa biadab.
Sila kedua pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab sangat berlawanan
dengan kenyataan hidup masyarakat Indonesia.
Kekerasan
tersebut terwujud dalam delapan bentuk tindakan. Bentuk pertama adalah kekerasan
terhadap alam, berupa eksploitas hutan dan lauta secara membabi buta. Jenis
kedua adalah kekerasan terhadap diri sendiri, seperti ketergantungan pada obat,
dorongan bunuh diri. Selanjutnya muncul kekerasa terhadap anggota keluarga
berupa kekerasan terhadap anak dan kekerasan terhadap perempuan. Kedua jenis
kekerasan ini tergolong dalam kekerasan dalam rumah tangga. Urutan keempat
adalah kekerasan sehari-hari berupa kejahatan di jalan raya. Selanjutnya, ada
kekerasan antarkelompok yang melibatkan terorisme, pertentangan etnik, kampong,
bahkan agama.
Yang
keenam adalah kekerasan negara, umumnya dalam bentuk monopoli sarana negara
dalam kondisi tertentu. Terkadang ini diselewengkan untuk menindas rakyat
sendiri yang menimbulkan rangkaian kekerasan demi kekerasan akibatnya,
terjadilah kejahatan politik yang dalam keadaan tertentu meningkat menjadi
terorisme negara.
Bentuk
kekerasan ketujuh adalah kekerasan terhadap negara. Aksi terorisme yang terjadi
saat ini sebagian besar dikategorikan dalam bentuk kekerasan ini. Bentuk
kedelapan adalah kekerasan satu atau berbagai negara terhadap negara lain. Contoh kasus bentuk kekerasan ini
adalah serangan Amerika Serikat terhadap Irak.
Kekerasan yang
dominan di Indonesia, menurut Ronny Nitibaskara, terdiri dari dua jenis, yaitu
kekerasan individual dan kekerasan kelompok. Kekerasan individual disebabkan
orang semakin tidak takut terhadap ancaman sanksi sosial, terlebih sanksi hokum
yang mandul. Ini semakin memudahkan orang, terutama dikalangan bawah untuk
betindak agresif.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pelapisan sosial adalah
golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran tertentu
.Pelapisan sosial adalah gejala yang bersifat universal atau keseluruhan . Di
dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada.
Status atau kedudukan,
yaitu posisi seseorang di dalam masyarakat yang didasarkan pada hak-hakdan
kewajiban-kewajiban tertentu.
Pelapisan sosial dalam
masyarakat umumnya didasarkan pada jenis kelamin, senioritas, dan keturunan yang
merupakan kualitas pribadi seseorang.
Keragaman, kemajemukan,
dan pluralitas adalah suatu keadaan dalam sebuah masyarakat yang terdiri dari
berbagai suku golongan, agama, ras dan budaya.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas maka penulis menyarankan mahasiswa
untuk dapat menambah wawasan tentang pelapisan sosial, keragaman dan
kesederajatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar